ARTIKEL BARU IKAMARTIM

PENEBANGAN HUTAN DI DAERAH MANGGARAI TIMUR.
”Paradigma, Kebutuhan Dan Kemiskinan”
Oleh: Karel K. Arsima

Pada zaman dulu hutan dipandang sebagai tempat yang keramat dan sakral. Bahkan hutan diyakini sebagai tempat berdomosilinya dewa-dewa atau nenek moyang. Paradigma yang naturalis, lama kelamaan akan berubah karena perkambangan yang berdampak pada kebutuhan. Cara pandang yang mengandalkan mono fungsi hutan dikarenakan kemiskinan.

Manusia adalah salah satu ekosistem dalam lingkungan hidup dan mempunyai peran yang sangat urgen untuk menjaga dan melestarikan lingkungan yang sehat dan indah. Masalah lingkungan hidup menjadi problematika yang sangat kompleks karena lingkungan hidup berbicara tentang relasi antara manusia dan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan hewan. Hubungan timbal balik antara mahluk hidup sangat dibutuhkan. Sangat ironis sekali ketika suatu mahluk hidup tidak membutuhkan mahluk yang lain, contoh: manusia membutuhkan tumbuh-tumbuhan untuk bernafas, papan dan lain-lain. Keterikatan antar makhluk membawa keutuhan dan kelestarian di lingkungan hidup.
Tindakan yang dilakukan manusia terhadap tumbuhan selama ini memberikan indikator bahwa manusia semakin tidak menghargai hubungan timbal balik seperti yang diterangkan diatas. Hal ini dinyatakan dalam fenomena yang terjadi sekarang ini, seperti yang dilakukan oleh warga manggarai timur menebang hutan untuk membuka lahan pertanian. Keistimewaan yang dipandang sebagai makhluk yang derajatnya lebih tinggi dari makhluk yang lain kini dihancurkan dengan menebang hutan. Kita ketahui bahwa hutan mengandung multi fungsi, seharusnya manusia sebagai makhluk yang berakal budi diharapkan memelihara hutan dengan baik untuk mengapresiasikan lingkungan yang kondusif. Mau dibilang apa masyarakat telah menebang hutan secara tragis, tanpa mempertimbangkan akibat dari perbuatannya secara temporer. Memang saat sekarang akibat dari penebangan hutan tersebut belum dirasakan tetapi akan dirasakan oleh anak cucu, seperti yang dislogankan oleh Soesianto, ”Lestarikan alam demi anak cucu kita”.
Manggarai timur mayoritas masyarakatnya berpekerjaan sebagai petani, dan tingkat pendidikannya mayoritas lulusan Sekolah Dasar dan tidak lulus SD. Untuk mempertahankan hidupnya dengan bercocok tanam, baik berladang maupun di sawah. Peristiwa yang dilandai oleh warga ” penebengan hutan” suatu fenomena yang biasa dalam masyarakat yang bercocok tanam, namun akibat dari penebangan tersebut membawa penderitaan yang sangat kompleks baik yang diderita oleh warga manggarai timur maupun diluar manggarai timur. Berlatar belakang pendidikan yang sangat minim sehingga perbuatan yang tragis itu tidak sempat dipertimbangan terhadap akibat jangka panjang. Yang ada dibenak mereka adalah yang terpenting sekarang saya dapat makan untuk mempertahankan hidup. Dari peristiwa ini siapa yang disalahkan? Tanya kepada rumupt yang bergoyang, kata Iwan Fals.

PARADIGMA MASYAKAT
Ketika mengkaji lebih dalam masalah kebutuhan hidup menjadi sandaran hati setiap insan, bahkan tidak mempedulikan efek yang dialami berikutnya. Penebangan hutan yang dilakukan oleh warga manggarai timur bermula dari kebutuhan. Paradigma warga terhadap hutan sebagai tempat yang sakral sehingga menimbulkan paradigma immanen atau hoistis. Paradigma ini secara jelas menciptakan hubungan keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara manusia dan lingkungannya. Sifat keseimbangan alam masih dapat dipertahankan berkat masyarakat masih menganut pandangan yang didasari pada kaidah-kaidah hidup, tradisi atau kebiasaan yang bersifat mithos dan mistis. Cara pandang seperti ini dianut oleh warga manggarai timur ketika kebutuhan hidup dengan mudah untuk melengkapinya. Namun pada zaman yang sekarang ini, dimana jumlah penduduk dari tahun ketahun semakin meningkat akan berpengaruh pada tingkat perekonomian masyarakat. Sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan hidup begitu sangat mudah untuk memenuhinya tetapi yang terjadi sekarang berkompetitif begitu ketat. Contoh: pada zaman dulu mendapatkan beras setiap bulan dengan mudah karena setiap keluarga memiliki areal sawah yang sangat luas, ketika jumlah keluarga semakin bertambah maka luas sawah yang besar tadi dibagi lagi kesetiap jumlah anak, saat sekarang untuk mendapatkan beras untuk memenuhi kebutuhan sebulan tidak cukup dengan sawah yang telah dibagi tadi oleh karena itu warga mencari tempat yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya setiap bulan (membuka lahan baru: penebangan hutan)
Paradigma masyarakat manggarai timur berubah menjadi pandangan yang transenden. Paham ini pada umumnya cenderung memandang lingkungannya bukan lagi sebagai bagian (subsistem) yang tidak terpisahkan, bahkan lingkungannya telah dipandang sebagai obyek yang dapat dieksploitir semaksimal mungkin. Warga manggarai timur semakin menutup diri dari hubungan keserasian, keselarasan dan keseimbangan dan seterusnya berusaha untuk memusatkan ekosistemnya pada dirinya. Lahirnya pandangan yang semacam itu tidak perlu disangkal karena setiap insan menyadiri bahwa dia sebagai makhluk yang dibekali akal, pikiran dan kemampuan lain. Namun penyadaran diri setiap warga tidak diimbangi oleh kemampuan sumber daya manusia (SDM). Kecenderungan yang muncul disetiap warga adalah perasaan egoisme dan individualisme. Seseorang denga orang lain mulai apatis, tidak mau tau persoalan-persoalan dan situasi yang dihadapi pihak lain.
Perubahan cara pandang masyarkat manggarai timur terhadap lingkungan diakibatkan semakin meningkatnya kebutuhan hidup setiap hari. Entah dengan cara apapun mereka berusaha untuk mencapai tuntutan hidup, yang ada dibenak mereka bahwa hutan sebagai sandaran hidup untuk membuka lahan. Apalagi didasari oleh secara historis bahwa dihutan tersebut nenek moyang mereka pernah membuka kampung dan lahan. Pertimbangan semakin kuat untuk menuntut warisan nenek moyang (ahli waris), tidak berpikir luas akibat pengerusakan ekosistem yang ada dihutan tersebut seperti: kayu, binatang, dan tanah.

KEBUTUHAN
Tuntutan hidup menjadi aspek utama manusia bahkan telah digariskan dalam UUD 1945 bahwa setiap orang berhak untuk mempertahankan hidupnya (pasal 28 A). Tuntutan hidup setiap manusia relatif artinya tuntutan itu beranekaragam sesuai dengan gaya hidup. Hal yang menjadi wajib dalam hidup ketika sesuatu dipandang menjadi suatu kehidupan, bahkan ketidaktercapainya kebutuhan membawa pada kehidupan krisis. Pandangan setiap orang terhadap kebutuhan menjadi komponen yang urgen untuk memwujudkan keperkasaan atau kematangan.
Penebangan hutan yang terjadi didaerah manggarai timur berawal dari tuntutan kebutuhan hidup. Tingkah laku masyarakat manggarai timur telah membawah dampak besar terhadap ketahanan atau daya dukung lingkungan (enviroment carrying capacity). Aksi dan tingkah laku berupa pemenuhan kebutuhan dasar dan rupa-rupa kebutuhan lain sampai pada keinginan-keinginan yang variatif. Manusia sebagai salah satu ekosistem yang mempunyai derajat yang teristimewa untuk menjaga dan mempertahankan ekosistem yang lain kini sudah berbalik menjadi penguasah terhadap ekososistem yang lain dilingkungan. Masyarakat yang menebang hutan sebenarnya tidak bisa disalahkan, karena pola pikir mereka, wawasan, pengalaman yang masih dilokomotif oleh paradigma konvensional yakni tanah satu-satunya yang mampu untuk mempertahankan hidup. Tanah yang luasnya sangat terbatas sementara jumalah keluarga semakin bertambah dan kebutuhan semakin meningkat maka yang dialami adalah pemenuhan kebutuhan dengan berdalih pada sejarah tanah (kebun atau kampung nenek moyang kami) akan menjadi senjata dalam penebangan hutan.
Hutan didaerah manggarai timur mengandung multifungsi, kini dihancurkan oleh alasan pemenuhan kebutuhan. Kerusakan hutan akan berinfiltrasi pada masa yang akan datang. Yang menjadi pertanyaan reflektif, hutannya habis bagaiman anak cucu kita? Hutannya rusak bagaimana lingkungan kita?. Beranjak dari pertanyaan itu diharapkan menggugah dalam hati dan bisa memformulasikan kembali paradigma yang konvensional.

ADA APA DENGAN PENEBANGAN HUTAN?
Tingkah laku setia manusia tidak terlepas dari tingkat perekonomian. Problematika yang dihadapi oleh masyarakat manggarai timur tidak terlepas dari masalah kemiskinan. Kemiskinan yang dimaksud dalam tulisan ini sangat luas seperti: kemiskinan SDM, ekonomi, sosial, budaya. Relevansi kemiskinan dan kondisi lingkungan akibat penebangan hutan dimanggarai timur dapa diidentifikasi menjadi empat penyebab dan disebutkan menjadi ”Empat K” atau ”The 4 P” yaitu kemiskinan (poverty), kependudukan (population), kekotoran atau kerusakan (pollution), dan kebijaksanaan (politie). Yang pertama: masyarakat manggarai timur secara umum tergolong angka kemiskinan sangat tinggi (ingat kemiskinan itu luas), akibat kemiskinan itu dapat menghantui masyarakat untuk mempertahankan hidup dengan membuka lahan baru atau menebang pohon dihutan untuk membuat papan atau balok. Kemiskinan wawasan dapat membuntu prospek kedepan fungsi hutan. Sehingga akibat kemiskinan itu dapat membunuh masa depan baik dari pelaku maupun generasi penerus (anak cucu). Yang kedua: kependudukan (population), jumalah penduduk yang kian tahun semakin bertambah sangat dirasakan dengan banyaknya penduduk yang berada dikampung (pengalaman penulis). Jumlah penduduk di daerah manggarai timur semakin bertambah dimotori oleh slogan klasik ” banyak anak banyak rejeki’ sehingga angka kelahiran setiap keluarga semakin bertambah. Yang ketiga: kerusakan (pollution), perubahan yang sangat mendasar yang dirasakan secara alami adalah perubahan suhu yang semakin panas. Terjadi perubahan suhu tersebut teriring dengan banyaknya hutan yang ditebang oleh warga. Bahkan beberapa tahun terakhir ini terjadi peristiwa yang gempar sampai tingkat nasional maupun internasional yaitu longsor. Dan peristiwa tahun 2002: banyak warga yang tewas akibat mempertahankan hidup (penebangan hutan) yakni baku tembak dengan aparat keamanan. Kerusakan yang dalami bukan hanya situasi alam tetapi lingkungan secara universal.
Yang keempat: kebijaksanaan (politice), dalam hal ini kebijaksanaan yang dikelurkan oleh pemerintah tentang tindakan preventif dan persuasif terhadap perbuatan masyarakat yang menebang hutan. Hutan yang dipandang sebagai tempat yang sakral kini berubah menjadi tempat mainan kebijakkan pemerintah dalam berpolitik. Penebangan hutan yang dilakukan oleh masyarakat manggarai timur mengalami kontroversi ditingkat pemerintah dimana ada yang mendukung dengan dalih bahwa dihutan tersebut dulu pernah didirikan kampung nenek moyang masyarakat dan pemenuhan kebutuhan. Dan ada yang tidak mendukung dengan dalih untuk menyelamatkan lingkungan hidup yang harmonis.
Tulisan ini dapat diharapkan oleh penulis dapat membuka mata bagi setiap pembaca untuk mengubah paradigma kita dalam memandang lingkungan hidup. ”Lingkungan aman terasa nyaman, lingkungan kotor terasa jorok, lingkungan bersih merasakan kesehatan”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

IKAMARTIM UDAH DIBENTUK